Rabu, 08 Desember 2010

PERBANDINGAN PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT

Oleh: Bukhori

Mahasiswa Pascasarjana UIN Malang


A. Pendahuluan

Sejarah telah mencatat tentang pengungkapan ilmiah manusia yang sangat menonjol di dunia tepatnya pada zaman Yunani Kuno. Bangsa Yunani ditakdirkan sebagai manusia yang mempunyai akal jernih. Bagi mereka ilmu itu adalah suatu keterangan rasional tentang sebab-musabab dari segala sesuatu di dunia ini. Pada hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berfikir menurut gagasan-gagasan magic dan mitologi yang bersifat gaib dan irasional.

Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran daripada segala sesuatu. Dalam berkelana mencari pengetahuan dan kebenaran itu manusia pada akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut atau yang mutlak yaitu ‘Causa Prima’ daripada segala yang ada yaitu Allah Maha Pencipta, Maha besar, dan mengetahui.

Manusia adalah mahluk pencari kebenaran. Dalam upaya pencarian kebenaran itu manusia selalu bertanya. Dalam kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul. Manusia ingin mengetahui perihal asal mula dan tujuannya, perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara sistematis dan metodis telah dikelompokan kedalam berbagai disiplin keilmuwan. [1]

Namun demikian karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejumlah besar pertanyaan tetap relevan dan aktual seperti yang muncul pada ribuan tahun yang lalu, yang tidak terjawab oleh Ilmu pengetahuan seperti antara lain: tentang asal mula dan tujuan manusia, tentang hidup dan mati, tentang hakikat manusia dan sebagainya.

Ketidakmampuan Ilmu pengetahuan dalam menjawab sejumlah pertanyaan itu, maka Filasafat merupakan tempat menampung dan mengelolanya. Filsafat adalah ilmu yang tanpa batas, tidak hanya menyelidiki salah satu bagian dari kenyataan saja, tetapi segala apa yang menarik perhatian manusia.

Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk mengulas tentang perbandingan perkembangan dan hubungan antara pengetahuan awam, ilmu pengetahuan dan filsafat. Dimana ketiga hal tersebut merupakan satu discussion yang senantiasa aktual untuk diperbincangkan, sejak awal pertumbuhannya hingga masa perkembangannya saat ini.

B. Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

Sebelum membahas pekembangan dan hubungan antara ilmu pengetahuan dan filsafat terlebih dahulu kita akan membahas pengertian dari kedua hal tersebut. Tanpa mengetahui definisi dan batasan-batasan yang jelas dari keduanya akan mengakibatkan kerancuan dalam pembahasan berikutnya, sebab kita tidak akan mampu membedakan antara ilmu pengetahuan dan filsafat dan tidak akan mampu meletakkan keduanya pada tempatnya masing-masing, sehingga kita juga akan mengalami kesulitan dalam menemukan "benang merah" (hubungan) antara ilmu pengetahuan dan filsafat.

1. Ilmu Pengetahuan

Secara literal ilmu pengetahuan berasal dari dua kata, yaitu ilmu dan pengetahuan, dimana kedua kata tersebut mempunyai arti tersendiri namun identik dan berkaitan erat. Kata Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, yang dalam proposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa latin scio atau scire[2], kemudian diindonesiakan menjadi sains yang berarti pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Scientia berasal dari bahasa Latin scire yang artinya mengetahui.

Sedangkan secara terminologi, A.Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah sesederhana mungkin, melalui tahap pembentukan deinisi, melakukan analisa, melakukan pengklasifikasian dan penguj[3]

Jujun S.Suriasumantri mendefinisikan ilmu sebagai seluruh pengetahuan yang dimiliki manusia sejak bangku SD hingga perguruan tinggi.[4] Lebih detail lagi Charles Singer sebagaimana dikutip oleh The Liang Gie[5] memposisikan ilmu sebagai proses yang membuat pengetahuan (science is the process wich make knowledge). Jhon Biesanz dan Mavis Biesanz dalam The Liang Gie juga turut memberikan pengertian ilmu sebagai suatu metode atau cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan (an organized way of obtaining knowledge). Jelasnya bahwa ilmu merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan secara holistik yang diperoleh dengan metode tertentu, tersusun secara sistematis, teruji secara rasional dan terbukti secara empiris.

Kita dapat melihat, mendengar, merasa dan mencium segala sesuatu dengan menggunakan panca indera, Pengalam panca indera ini terjadi secara langsung dan kemudian menjadi pengetahuan. Dalam Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Sedangkan Poedjawijatna mengrtikan pengetahuan sebagai gejala tahunya seseorang, bagian per bagian, baik bersumber dari dirinya maupun dari orang lain, mengenai sesuatu dan dasar sesuatu tersebut.[6]

Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti pikiran, perasaan, pengalaman, dan intuisi, yang dipercayai dan terbukti kebenarannya yang bersumber dari hasil pengamatan terhadap suatu gejala dan fakta.

Dari hasil analisa dan uraian mengenai definisi ilmu dan pengetahuan di atas, jika dua kata ini digabungkan menjadi satu kata majemuk, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun secara metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut. Ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas).

Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengalaman dan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris, dan juga dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu rangkaian aktifitas yang membentuk suatu proses.

Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Demikian pula tentang baik buruk, semua itu (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral (filsafat etika), tentang indah dan jelek (termasuk ilmu) semuanya berpaling kepada pengkajian filsafat Estetika. J. Arthur Thompson dalam bukunya ”An Introducation to Science” menuliskan bahwa ilmu adalah diskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiri yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah- istilah yang sederhana mungkin.

Relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
Filsafat ialah ’ ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah itu berada di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.

2. Filsafat

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata: philo dan Sophia. Philo berarti cinta cinta dalam arti luas, yakni keinginan dan Sophia berarti hikmat (kebijakan) atau kebenaran. Jadi, secara etimologi, filasat berarti cinta kebijakan atau kebenaran (love of wisdom)[7]

Pengertian filsafat secara terminology sangat beragam baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan, Moh. Hatta dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, biarkan filsafat diteliti terlebih dahulu baru disimpulkan.[8]

Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya yang dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat yang diterima saja, mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Jika filsafat misalnya bicara tentang masyarakat, hukum, sisiologi, kesusilaan dan sebagainya, di satu pandangan tidak diarahkan ke sebab-sebab yang terdekat, melainkan ‘ke’mengapa’ yang terakhir sepanjang kemungkinan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya itu.

Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).

Al-Kindi (801 - 873 M) : "Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang termulia dan tertinggi martabatnya” agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran “Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Orang yang mengingkari kebenaran dan oleh karenanya mak ia menjadi kafir”.[9]

Unsur "rasional" (penggunaan akal budi) dalam kegiatan ini merupakan syarat mutlak, dalam upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan "secara mendasar" pengembaraan manusia di dunianya menuju akhirat. Disebut "secara mendasar" karena upaya itu dimaksudkan menuju kepada rumusan dari sebab-musabab pertama, atau sebab-musabab terakhir, atau bahkan sebab-musabab terdalam dari obyek yang dipelajari ("obyek material"), yaitu "manusia di dunia dalam mengembara menuju akhirat". Itulah scientia rerum per causas ultimas -- pengetahuan mengenai hal ikhwal berdasarkan sebab-musabab yang paling dalam.

  1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

Dalam menguraikan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat ini penulis akan memaparkan secara garis besarnya saja, berdasarkan fase-fase tertentu.

Babak perkembangan ini secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa fase, yaitu :

1. Zaman pra yunani kuno (15-7 SM), zaman ini ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut :

a. Manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan.

b. Proses trial and error, manusia melakukan seleksi terhadap alat yang dipergunakan.

c. Warisan penegtahuan didasari know how :pengalaman empirik merupakan salah satu ciri zaman ini.

Perjalanan evolusi ilmu pengetahuan pada era ini dirunut dari Yunani Babiolonia, Mesir, Cina, Timur Tengah (Peradaban Islam) dan Eropa. Selanjutnya ada 5 kemampuan di zaman pra yunani kuno yang menjadi ciri khas kehidupan dan pengetahuan pada saat itu, yaitu :

a. know how berdasarkan pengalaman

b. pengalaman diterima sebagai receptive mind

c. menemukan abjad dan sistem bilangan

d. kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender

e. meramalkan situasi besar.

2. Zaman Yunani Kuno (7-2 SM)

Zaman ini ditandai dengan adanya sikap yunani tidak menerima pengalaman pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan sikap an inquiring attitude (sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) yang menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan modern.

Adapun tokoh-tokoh terkemuka yang hidup pada masa ini adalah Thales, Pythagoras, Sokrates, Demokritos, Plato,dan Aristoteles.

3. Zaman Pertengahan (2 – 14 M)

Pada babak ini, hampir semua ilmuan adalah theolog. Sekitar tahun 600 - 700 m, obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban Islam, seperti Al Razi, Ibnu Sina, Rhazas, Abul Qasim, Ibnu Rushd, Al Idrisi, dan pada masa ini ekspansi Arab telah mengambil kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol, sehingga kebudayaan Islam lebih tinggi dari Eropa. Banyak perguruan tinggi Islam yang menjadi pusat peradaban dan sumber kemajuan ilmu pengetahuan, sebut saja misalnya universitas Baghdad, Damsyik, Beirut dan Kairo yang menyimpan dan meneruskan warisan ilmiah dari India, Persia, Yunani dan Byzantium.

Era ini juga ditengarai dengan banyaknya penemuan dan karya besar dalam bidang pengetahuan, seperti penemuan ilmu astronomi oleh ilmuan bani Umayah pada abad 7 M, khalifah Al-Makmun mendirikan house of wisdom, Al Khawarizmi menyusun aljabar, dan Omar Khayam seorang penyair dan sekaligus ahli perbintangan dan matematika.

4. Zaman Renaissance (14 - 17 M)

Masa ini juga disebut sebagai era kebangkitan yang bebas norma-norma agama, dimana para pemikir telah merindukan pemikiran yang bebas seperti zaman yunani kuno sehingga disebut animal rationale tanpa campur tangan ilahi.[10]

Adapun bidang–bidang pengetahuan yang maju pada masa ini adalah astronomi dengan tokohnya Roger Bacon, heliosentrisme dengan tokohnya Copernicus, Tycho Brahe dengan teorinya bintang cemerlang selama 16 bulan atau disebut dengan supernova, johannes keppler, ilmuan yang ahli matematika, dan Galileo Galilei yang telah menanamkan pengaruh kuat bagi perkembangan ilmu penegtahuan modern : pengamatan, penyingkiran, idealisasi, penyusunan teori spekulkatif, peramalan, pengukuran dan percobaan.

5. Zaman Modern (17-19 M)

Esensinya zaman modern sudah dirintis sejak renaissance awal abad 16, ketika Eropa mulai dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Banyak tokoh-tokoh ilmuan yang muncul pada masa ini, di antaranya adalah :

a. Rene Descartes (1596-1650), bapak filsafat modern yang ahli ilmu pasti dan telah menemukan orthogonal coordiante system dan analytic geometry. Descartes menyusun langkah-langkah metode berfikir sebagai berikut :

1) Tidak menerima apa pun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar;

2) Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaian ;

3) Berfikir runtut dengan mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk sampai ke hal yang paling rumit;

4) Perincian yang lengkap dan pemeriksaan menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan.

b. Isaac Newton (1643-1727), penemu teori gravitasi, perhitungan calculus dan optika.

c. Charles Darwin perumus teori evolusi yang terkenal dengan perjuangan untuk hidup (struggle of life).

d. JJ. Thompson (1897), yang menemukan elektron yang mengkasifkasi atom materi terkecil dengan bagian-bagainnya berupa elektron, proton, neutron, meson.

6. Zaman Kontemporer ( 20 M - sekarang )

Masa ini ditandai dengan penemuan teknologi canggih, teknologi informasi dan internet juga timbulnya bidang-bidang spesialisasi seperti bioteknologi, psiko-linguistik. Pemikiran dan penemuan dalam perkembangannya dimulai dari hal-hal yang sangat seederhana. Pemikiran dan penemuan tokoh di bidang ilmu pengetahuan memberikan manfaat dan kebahagian bagi kebutuhan hidup manusia dan tidak sedikit pula yang memberikan kesengsaraan. Bidang fisika menempati kedudukan yang tinggi karena dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur fundamental.

  1. Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

Apabila manusia berpikir tentang keseluruhan realitas tentang sangkanparannya (asal mula dan tujuannya), tentang jiwa manusia, tentang cita dan citranya, tentang realitas yang paling luhur, tentang Tuhan, maka berarti tidak hanya terbatas pada bidang fisika saja tetapi juga bidang matematika yang sudah ditinggalkannya.

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Demikian pula tentang baik buruk, semua itu (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral (filsafat etika), tentang indah dan jelek (termasuk ilmu) semuanya berpaling kepada pengkajian filsafat Estetika.

Relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
Filsafat ialah ’ ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah itu berada di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk dapat memahami dan mendalami secara radikal integral daripada segala sesuatu yang ada mengenai :

a. Hakikat Tuhan

b. Hakikat alam semesta, dan

c. Hakikat manusia termasuk sikap manusia terhadap hal tersebut sebagai konsekuensi logis daripada pahamnya tersebut.

Adapun titik perbedaanya adalah sebagai berikut :

a. Ilmu dan filsafat adalah hasil dari sumber yang sama yaitu : ra’yu (akal, budi, ratio, reason, nous, rede, ver nunft) manusia.

b. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyeledikan, pengalaman (empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengelanakan atau mengembarakan akal budi secara redikal (mengakar), dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam),tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang disebut ’logika’ Manusia dalam mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan pelbagi masalah asasi dari suatu kepada kitab Suci, kondifikasi Firman Allah untuk manusia di permukaan planet bumi ini.[11]

Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif, kebenaran filsafat ialah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiri, riset, eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat keduanya nisbi (relatif). Dengan demikian terungkaplah bahwa manusia adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu terdapat tiga buah jalan yang ditempuh manusia yang sekaligus merupakan institut kebenaran yaitu : Ilmu, filsafat dan Agama.

E. Penutup

Perbedaan masing-masing karakteristik ilmu pengetahuan dan filsafat tidak menghambat upaya meretas sinergitas ketiga aspek tersebut dalam grand design membangun peradaban manusia yang kreatif dan produktif. Dengan ciri khas yang dimilikinya, seharusnya menjadi sebuah titik integrasi yang mampu mendayagunakan potensi masing-masing dalam membangun masa depan manusia ke arah yang lebih baik.

Tentunya proyeksi ideal tersebut membutuhhkan sentuhan tangan-tangan intelektual muslim yang bertanggungjawab dan memiliki visi yang jelas dengan mengintegrasikan dan mensinergikan kekuatan ilmu pengetahuan, filsafat dan agama terutama bagaimana menciptakan peradaban manusia seperti sekarang ini. Jika ketiganya tidak berinteraksi satu sama lain dan cenderung berjalan sendiri –sendiri maka dipastikan gerak laju peradaban akan timpang tidak memiliki tujuan yang hakiki sesuai nilai-nilai kemanusian Kejayaan umat islam pada abad pertangahan lalu membuktikan bahwa ketiga trisula tersebut bisa berjalan seirama dalam orkestra Dalam peradaban yang benar-benar agung.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologo Studi Islam, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2004

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, PT. Rosdakarya, Bandung, 2009

Amsal Bahtiar, Filsafat Agama, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2007

Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2009

Sudarsono, Filsafat Islam, Rineka Cipta, Bandung, 2004

The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta, 2007

Yudhim, Hubungan Ilmu Pengetahuan, filsafat dan agama, (http://yudhimblocspot.com, diakses 15 Oktober 2009)



[1] Yudhim. 2008 Hubungan Ilmu Pegetahuan filsafat dan Agama (http://yudhimblocspot.com, diakses 15 Oktober 2009)

[2] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, buku 1, Bulang Bintang, h.54

[3] Ibid, h.55

[4] Jujun S.Surisumantri, Filsafat Ilmu, sebuah pengantar popular, Pustaka Sinar Harapan, h.19

[5] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, h.87

[6] Poedjawihatna, Tahu dan Pengetahuan, Rineka Cipta, h. 21

[7] Ahmad Tafsir,”filsafat umum”, bandung, PT. Remaja Rosdakarya. 1990. Hal. 8.

[8] Ibid. Hal 8

[9] Sudarsono, Filsafat Islam, Rineka Cipta, 2004, hal. 24

[10] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 50

[11] Yudhim, (http://yudhimblocspot.com, diakses 15 Oktober 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar